Blogger Widgets Warni Mendrofa: Oktober 2015
My Widget

Rabu, Oktober 28, 2015

Kesantunan Bebahasa Indonesia



BAB I
1.     Pendahuluan
Bahasa pada prinsipnya merupakan alat berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Kesantunan berbahasa memiliki peran penting dalam membina karakter positif bagi penuturnya. Kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan bangsa, identitas nasional dan alat perhubungan antar daerah. Fungsi bahasa Indonesia sebagai sebagai bahasa negara adalah sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dunia pendidikan, alat perhubungan tingkat nasional, alat pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta teknologi.
2.      Rumusan Masalah
Bahasa Indonesia merupakan sebuah karya seni, namun hal ini seharusnya tidak menghilangkan aturan dari kesantunan berbahasa Indonesia itu sendiri.
3.      Tujuan
Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa, adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam muka, dan efektif. Rasa hormat sering dihubungkan dengan kesantunan, meskipun merupakan fenomena berbeda. Rasa hormat mengacu pada rasa segan yang kita tunjukkan pada orang lain melalui nilai yang mereka miliki, seperti status, usia, dan sebagainya. Kesantunan merupakan hal yang umum untuk menunjukkan perhatian pada orang lain. Antara rasa hormat dan kesantunan dapat dimanifestasikan melalui tingkah laku sosial maupun cara-cara kebahasaan, misalnya saja kita dapat mengungkapkan rasa hormat kita dengan berdiri saat seseorang yang memiliki status yang lebih tinggi masuk ruangan, atau dengan menunjukkan kesantunan dengan memegang pintu tetap terbuka saat seseorang akan keluar ruangan.


Pembahasan
Kesantunan Berbahasa Indonesia
Kesantunan berbahasa adalah kesopanan dan kehalusan dalam  menggunakan bahasa ketika berkomunikasi melalui lisan maupun tulisan. Bahasa yang digunakan penuh dengan adab tertib, sopan santun dan mengandungi nilai-nilai hormat yang tinggi. Ketika berkomunikasi dengan mitra tutur, penutur harus menjalin interaksi yang baik melalui berbagai macam tuturan. Agar penutur dapat memahami berbagai macam tuturan, maka ia harus menguasai berbagai seluk-beluk komunikasi yang baik. Salah satunya adalah dengan mengunakan bahasa yang santun.
Kesantunan berbahasa merupakan bidang kajian pragmatika, yang antara lain telah dituliskan oleh Lakoff (1973), Fraser (1978), Brown dan Levinson (1978), Leech (1983), serta Pranowo (2009).
Robin Lakoff (1973) menyatakan "kesantunan dikembangkan oleh masyarakat guna mengurangi friksi dalam interasi pribadi". Menurutnya, ada tiga buah kaidah yang harus dipatuhi untuk menerapkan kesantunan, yaitu formalitas (formality), ketidaktegasan (hesitancy), dan kesamaan atau kesekawanan (equality atau cameraderie).
1.     Formalitas berarti jangan terdengar memaksa atau angkuh.
2.     Ketidaktegasan berarti berarti berbuatlah sedemikian rupa sehingga mitra tutur dapat menentukan pilihan.
3.     Kesamaan atau kesekawanan berarti bertindaklah seolah-olah Anda dan mitra tutur menjadi sama.
Geoffrey Leech (1983) mendefinisikan kesantunan sebagai "strategi untuk menghindari konflik" yang "dapat diukur berdasarkan derajat upaya yang dilakukan untuk menghindari situasi konflik". Enam maksim kesantunan (politeness maxims) yang diajukan oleh Leech adalah sebagai berikut:
1.     Maksim kebijaksanaan (tact): minimalkan kerugian bagi orang lain; maksimalkan keuntungan bagi orang lain.
Contoh: Bila tidak berkeberatan, sudilah datang ke rumah saya.
2.     Maksim kedermawanan (generosity): minimalkan keuntungan bagi diri sendiri; maksimalkan kerugian bagi diri sendiri.
Contoh: Bapak silakan beristirahat. Biar saya yang mencuci piring kotor ini.
3.     Maksim pujian (approbation): minimalkan cacian kepada orang lain; maksimalkan pujian kepada orang lain.
Contoh: Sepatumu bagus sekali. Beli di mana?
4.     Maksim kerendahanhatian (modesty): minimalkan pujian kepada diri sendiri; maksimalkan cacian kepada diri sendiri.
Contoh: Duh, saya bodoh sekali. Saya tidak dapat mengikuti kecepatan dosen tadi saat menerangkan. Boleh saya pinjam catatanmu?
5.     Maksim kesetujuan (agreement): minimalkan ketidaksetujuan dengan orang lain; maksimalkan kesetujuan dengan orang lain.
Contoh: Betul, saya setuju. Namun, ....
6.     Maksim simpati (sympathy): minimalkan antipati kepada orang lain; maksimalkan simpati kepada orang lain.
Contoh: Saya turut berduka cita atas musibah yang menimpa Anda.
Berdasarkan pengertian tersebut, kesantunan dapat dilihat dari berbagai segi dalam pergaulan sehari- hari.
Pertama, kesantunan memperlihatkan sikap yang mengandung nilai sopan santunatau etiket dalam pergaulan sehari- hari. Ketika orang dikatakan santun, maka dalam diri seseorang itu tergambar nilai sopan santun atau nilai etiket yang berlaku secara baik dimasyarakat tempat seseorang itu mengambil bagian sebagai anggotanya. Ketika dia dikatakan santun, masyarakat memberikan nilai kepadanya, baik penilaian itu dilakukan secara seketika (mendadak) maupun secara konvensional (panjang, memakan waktulama). Sudah barang tentu, penilaian dalam proses yang panjang ini lebih mengekalkan nilai yang diberikan kepadanya.
Kedua, kesantunan sangat kontekstual, yakni berlaku dalam masyarakat, tempat atau situasi tertentu, tetapi belum tentu berlaku bagi masyarakat, tempat atau situasi lain. Ketika seseorang bertemu dengan teman karib, boleh saja dia menggunakan kata yang agak kasar dengan suara keras, tetapi hal itu tidak santun apabila ditujukan kepada tamu atau seseorang yang baru dikenal. Mengecap atau mengunyah makanan dengan mulut berbunyi kurang sopan kalau sedang makan dengan orang banyak di sebuah perjamuan,tetapi hal itu tidak begitu dikatakan kurang sopan apabila dilakukan di rumah.
Ketiga, kesantunan selalu bipolar, yaitu memiliki hubungan dua kutub, sepertiantara anak dan orangtua, antara orang yang masih muda dan orang yang lebih tua, antaratuan rumah dan tamu, antara pria dan wanita, antara murid dan guru, sebagainya.
Keempat, kesantunan tercermin dalam cara berpakaian (berbusana), cara berbuat (bertindak) dan cara bertutur (berbahasa).
        Ukuran kesantunan berbahasa ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti ketepatan dan kejelasan tuturan, saling mematuhi dan saling menghargai pihak lain, berusaha menyelamatkan muka dan perlu adanya kerja sama yang baik pula. Kesantunan berbahasa dapat dilakukan karena adanya dorongan oleh sikap menghargai dan sikap hormat terhadap pihak lain sehingga dengan adanya sikap saling menghargai dan saling menghormati pihak lain dalam situasi pertuturan akan menghasilkan komunikasi yang efektif sesuai dengan yang dikehendaki.
Penilaian kesantunan berbahasa yaitu bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosialisasi di masyarakat dengan penggunaan, pemilihan kata yang baik dengan memperhatikan di mana, kapan, kepada siapa, dan dengan tujuan apa kita berbicara secara santun. Budaya kita menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun akan memperlihatkan sejatinya kita sebagai manusia yang beretika, berpendidikan dan berbudaya yang mendapat penghargaan sebagai manusia yang baik, karena hakikatnya manusia adalah ”makhluk berbahasa” senantiasa melakukan komunikasi verbal yang sudah sepatutnya beretika.
Kesantunan itu sendiri memiliki makna yang berbeda dengan kesopanan. Kata sopan memiliki arti menunjukkan rasa hormat pada mitra tutur, sedangkan kata santun memiliki arti berbahasa (atau berprilaku) dengan berdasarkan pada jarak sosial antara penutur dan mitra tutur. Konsep wajah di atas benar-benar berkaitan dengan persoalan kesantunan dan bukan kesopanan. Rasa hormat yang ditunjukkan melalui berbahasa mungkin berakibat santun, artinya, sopan berbahasa akan memelihara wajah jika penutur dan mitra tutur memiliki jarak sosial yang jauh (misalnya antara dosen dan mahasiswa, atau anak dan ayah). Meskipun demikian, bersikap santun dalam berbahasa seringkali tidak berakibat sopan, terlebih lagi jika penutur dan mitra tutur tidak memiliki jarak sosial yang jauh (teman sekerja, pacar, dan sebagainya).


1.        Strategi Kesantunan
Brown dan Levinson (1987:60) mengidentifikasi empat strategi kesantunan atau pola perilaku umum yang dapat diaplikasikan penutur yaitu:
a.     Bald-on Record Strategy (tanpa strategi)
Dengan strategi ini penutur tidak melakukan usaha apapun untuk meminimalisir ancaman bagi muka lawan tutur atau untuk mengurangi akibat dari tindakan yang mengancam muka. Strategi seperti ini akan mengakibatkan lawan tutur merasa terkejut, malu dan tidak nyaman.
b.    Positive Politeness Strategy (strategi kesantunan positif/keakraban)
Strategi ini digunakan untuk menunjukkan keakraban kepada lawan tutur yang bukan orang dekat penutur. Untuk memudahkan interaksinya, penutur mencoba memberi kesan senasib dan seolah-olah mempunyai keinginan yang sama dengan lawan tutur dan dianggap sebagai keinginan bersama yang memang benar-benar diinginkan bersama pula. Strategi ini ditujukan langsung kepada muka positif lawan tutur supaya keinginan penutur  dianggap sebagai keinginan bersama antara penutur dengan lawan tutur.
c.      Negative Politeness Strategy (strategi kesantunan negatif/formalitas)
Strategi kesantunan negatif adalah tindakan yang dilakukan untuk menebus muka negatif lawan tutur dan keinginan penutur untuk terbebas dari beban dengan maksud agar tindakan dan maksudnya tidak terganggu dan tidak terkendala. Tindakan ini tidak lain adalah dasar dari perilaku menghargai, yang terdapat pula pada strategi kesantunan positif. Bedanya strategi ini lebih spesifik dan lebih terfokus karena penutur menampilkan fungsi-fungsi penunjang untuk meminimalisir beban tertentu sebagai sesuatu yang tidak bisa dihindarkan oleh lawan tutur. Fokus utama pemakaian strategi ini adalah dengan mengasumsikan bahwa penutur kemungkinan besar memberikan beban atau gangguan kepada lawan tutur karena telah memasuki daerah lawan tutur. Hal ini diasumsikan bahwa ada jarak sosial tertentu atau hambatan tertentu dalam situasi tersebut.
d.    Off-record Politeness Strategy (strategi tidak langsung atau tersamar)
Strategi ini direalisasikan dengan cara tersamar dan tidak menggambarkan maksud komunikatif yang jelas. Dengan strategi ini penutur membawa dirinya keluar dari tindakan dengan membiarkan lawan tutur menginterpretasikan sendiri suatu tindakan. Strategi ini digunakan jika penutur ingin melakukan tindakan mengancam muka namun tidak ingin bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

2.     Konteks Kesantunan Berbahasa
1.  Konteks Situasi
Karena kesantunan merupakan fenomena pragmatik, maka ia dipengaruhi oleh konteks. Terdapat dua konteks situasi yang memengaruhi cara kita membuat permintaan. Pertama, tingkat paksaan, dan peraturannya adalah “semakin tinggi tingkat pembebanan yang dikandung sebuah ujaran, semakin tidak langsung sebuah ujaran tersebut”.
2.  Konteks Sosial
Pilihan atas formulasi kesantunan tergantung pada jarak sosial dan kekuasaan diantara kedua pihak. Apabila terdapat jarak sosial, kesantunan dikodekan dan terdapat banyak ketidaklangsungan ujaran. Ketika jarak sosial berkurang, berkurang pula negative politeness dan ketidaklangsungan. Variabel yang menentukan jarak sosial adalah tingkat keakraban, perbedaan status, peran, usia, gender, pendidikan, kelas, pekerjaan dan etnisitas.
3.   Konteks Budaya
Dapat dikatakan bahwa kesantunan dan bahasa bersifat terikat oleh budaya setempat.


Kesimpulan
Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian (walaupun bahasa indonesia memiliki banyak kelebihan). Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.Untuk itu kita harus melestarikan bahasa, kita bahasa indonesia sejak dini mungkin.Pelestarian tersebut perlu adanya peran dan partisipasi semua lapisan masyarakat. Selain itu diperlukan juga metode jitu untuk memperkuatnya.











Daftar Pustaka

Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksana, H. (2008), Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, p. 119
Chaer, 2010, hlm. 45

Chaer, 2010, hlm. 46

Kamis, Oktober 01, 2015

Makalah PANCASILA SEBAGAI DASAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA



KATA PENGATAR
  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak  terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

    Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

    Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


                                                                        BATAM, 30 SEPTEMBER 2015






                                                                                          Penyusun




DAFTAR ISI
I.            Kata Pengantar .......................................................................................... 1.     
II.         Daftar Isi .................................................................................................... 2
III.     Isi ................................................................................................................ 3.
A.   Sejarah Pancasila..................................................................................... 3      
B.   Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara................................... 6
C.   Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara................................................ 9
D.   Pengertian Pancasila Sebagai Pandangan Hidup................................ 14
1.      Manfaat Pandangan Hidup ........................................................... 15
2.       Isi Pandangan Hidup...................................................................... 16
3.      Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan........................................ 16
4.      Aktualisasi Pancasila Objektif......................................................... 17
5.      Aktualisasi Pancasila Subyektif....................................................... 17
E.   Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia........................ 17
F.    Pancasila Diantara Ideologi Besar Dunia........................................ 18
G.  Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Dan Ideologi Nasional......... 19
H.   Pancasila Dalam Era Globalisasi...................................................... 20
I.        Arti Pentingnya Peran Pendidikan Tinggi...................................... 21
J.     Pancasila Di Masa Saat Ini................................................................ 22
IV.     Kesimpulan............................................................................................... 24

V.        Daftar Pustaka.......................................................................................... 25



PANCASILA SEBAGAI DASAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA

A.             Sejarah Pancasila

Dalam rapat BPUPKI tanggal 1 juni 1945, Dalam maklumat itu sekaligus dimuat  dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul - usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Dalam siding pertama ini yang dibicarakan mengenai calon dasar negara untuk Indonesia. Pada sidang pertama itu, banyak anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang masing - masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima hal, yaitu:
1.    Ketuhanan Yang Maha Esa
2.    Persatuan Indonesia
3.    Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam    Permusyawaratan / Perwakilan
5.   Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul - Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum
mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bah
wa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota
tokoh - tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh - tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan
yang terus -menerus dan demi persatuan dan kesatuan,  mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh - tokoh Islam itu merelakan  dicoretnya “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk - pemeluknya”
di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan “Yang Maha Esa” hingga akhirnya menjadi Pancasila seperti saat ini.

B.  Perkembangan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari melalui pembentukan BPUPKI dan PPKI. Generasi Soekarno-Hatta menunjukan ketajaman intelektual dengan merumuskan gagasan vital seperti yang tercantum di Pembukaan UUD 1045 dimana Pancasila ditegaskan sebagai kesatuan integral dan integratif. Prof. Notonagoro sampai menyatakan Pembukaan UUD 1945 adalah dokomen kemanusiaan terbesar setelah American Declaratiom of Independence (1776).
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif. Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu :
1.      Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada nation and character building. Semangat perstuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950).
Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2.      Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidak merataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa. Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme.
3.       Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan munculnya negara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks. Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.

C.  Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila ialah sebagai dasar negara yang sering disebut dasar falsafah negara (philosophiche grondslag atau dasar filsafat negara) ideologi negara (staatsidee), dari negara. Pancasila ditetapkan sebagai Dasar Negara pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai Dasar Negara, Pancasila memuat pokok-pokok pikiran yang luhur dan sesuai dengan kepribadian bangsa. Pancasila harus menjadi pondasi atau landasan dasar dalam merumuskan setiap produk perundangan maupun etika moral yang akan diberlakukan bagi bangsa.  
Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara tentu harus dipahami karena pancasila merupakan salah satu elemen paling penting dalam negara kita ini. Pancasila adalah suatu ideologi yang dipegang erat bangsa Indonesia. istilah Pancasila diperkenalkan oleh sosok Bung Karno saat sidang BPUPKI I. Pancasila kemudian menjadi sebuah landasan berdirinya negara Indonesia.
 Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara ialah Pancasila berperan sebagai landasan dan dasar bagi pelaksanaan pemerintahan, membentukan peraturan, dan mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan tujuan, pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan suatu negara. Pengertian Pancasila Sebagai dasar negara yang dimaksud sesuai dengan bunyi pembukaan pada UUD 1945 Alenia IV yang menyatakan, “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”. Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara Republik Indonesia yang membentuk dalam suatu susunan negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Norma hukum pokok yang disebut pokok kaidah fundamental dari negara itu dalam hukum mempunyai hakikat dan juga kedudukan yang kuat, tetap, dan tidak berubah bagi negara yang terbentuk dengan perkataan lain. Dengan jalan hukum tidak bisa diubah-ubah. Fungsi dari pancasila           Sebagai pokok kaidah yang fundamental. Hal yang paling penting sekali karena UUD harus berasal dan berada dibawah pokok kaidah negara yang fundamental itu. Sebagai dasar Negara Pancasila yang digunakan untuk mengatur seluruh tatanan kehidupan bangsa dan juga negara Indonesia, segala sesuatu yang hubungannya dengan pelaksanaan sistem ketatanegaraan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang wajib atau harus berdasarkan Pancasila. Hal ini artinya semua peraturan yang berlaku di Negara Republik Indonesia harus bersumberkan kepada Pancasila.
Maksud dari Pancasila Sebagai Dasar Negara yang artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintah Negara. Ketetapan MPR NO. III/MPR/2000 menyatakan bahwa pancasila menurutnya yaitu "sebagai hukum dasar Nasional".
Pancasila sebagai dasar negara berarti bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan ketatanegaraan negara RI harus berdasarkan Pancasila. Dan juga semua peraturan yang berlaku di Indonesia harus bersumber pada Pancasila, dalam arti Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara, mempunyai kekuatan mengikat secara hukum, sehingga semua peraturan hukum / ketatanegaraan yang bertentangan dengan Pancasila harus disebut Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, dalam bentuk peraturan perundang-undangan bersifat imperative ( mengikat) bagi berikut ini:
a. Penyelenggara Negara
b. Lembaga Kenegaraan
c. Lembaga Kemasyarakatan
d. Warga Negara Indonesia dimanapun berada, dan penduduk di seluruh     wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Didalam kedudukannya sebagai dasar negara republik Indonesia Fungsi pancasila adalah sebagai berikut ini
1.    Pancasila Sebagai Pedoman Hidup
Disini Pancasila berperan sebagai dasar dari setiap pandangan di Indonesia Pancasila haruslah menjadi sebuah pedoman dalam mengambil keputusan.
2.    Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Pancasila haruslah menjadi jiwa dari bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan jiwa bangsa harus terwujud dalam setiap lembaga maupun organisasi dan insan yang ada di Indonesia.
3.    Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa
Kepribadian bangsa Indonesia sangatlah penting dan juga menjadi identitas bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila harus diam dalam diri tiap pribadi bangsa Indonesia agar bisa membuat Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa.
4.    Pancasila Sebagai Sumber Hukum
Pancasila menjadi sumber hukum dari segala hukum yang berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain Pancasila sebagai dasar negara tidak boleh ada satu pun peraturan yang bertentangan dengan Pancasila.
5.    Pancasila Sebagai Cita Cita Bangsa
Pancasila yang dibuat sebagai dasar negara juga dibuat untuk menjadi tujuan negara dan cita cita bangsa. Kita sebagai bangsa Indonesia haruslah mengidamkan sebuah negara yang punya Tuhan yang Esa punya rasa kemanusiaan yang tinggi, bersatu serta solid, selalu bermusyawarah dan juga munculnya keadilan social
D.  Pengertian Pancasila Sebagai Pandangan Hidup
Pengertian pandangan hidup adalah suatu hal yang dijadikan sebagai pedoman hidup, dimana dengan aturan aturan yang di buat untuk mencapai yang di cita citakan. Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan sarana ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia dan memberi petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
1.    Manfaat Pandangan Hidup
1. Kekokohan dan tujuan, setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapai memerlukan pandangan hidup.
2. Pemecahan masalah, dengan pandangan hidup suatu bangsa akan memandang persoalan yang dihadapi dan menentukan cara bagaimana memecahkan persoalan.
3. Pembangunan diri,  dengan pandangan hidup suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaiman memecahkan masalah politik, ekonomi, social dan budaya dalam gerak masyarakat yang makin maju dan akan membangun dirinya.


2.     Isi Pandangan Hidup
1. Konsep dasar, dalam pandangan hidup terkandung konsep dasar ialah pikiran – pikiran  yang di dalamnya terkandung gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik yang dicita citakan suatu bangsa.
2. Pikiran dan gagasan, dalam pandangan hidup terkandung pula pikiran yang terdalam dan gagasan suatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
3. Kristalisasi dan nilai, pandangan hidup adalah kristalisasi nilai yang dimiliki bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.
3.    Aktualisasi Pancasila Dalam Kehidupan
Aktualisasi berasal dari kata actual, yang berarti betul betul ada, terjadi, atau sesungguhnya. Aktualisasi pancasila adalah bagaimana nilai nilai pancasila benar-benar dapat tercermin dalam sikap dan prilaku seluruh warga Negara, mulai dari aparatur dan pimpinan nasional samapi kepada rakyat biasa. Aktualisasi pancasila dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

4.     Aktualisasi Pancasila Objektif
Pelaksanaan pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara, baik di bidang legislative, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
5.    Aktualisasi Pancasila Subyektif
Pelaksanaan dalam sikap pribadi perorangan, setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang di Indonesia.
E.  Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
         Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, berarti Pancasila adalah sikap mental dan tingkah laku bangsa Indonesia yang mempunyai ciri khas, dan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Fungsi Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia berarti bahwa Pancasila adalah gambaran tertulis dan pola perilaku atau gambaran tentang amal perbuatan bangsa Indonesia yang khas yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Pancasila sebagai kepribadian bangsa, yaitu Pancasila memberi ciri khas kepribadian yang tercermin dalam sila-sila Pancasila, yaitu bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan dan kesatuan bangsa, berjiwa musyawarah mufakat untuk mencapal hikmat kebijaksanaan, bercita-cita mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
F.   Pancasila Diantara Ideologi Besar Dunia
Berdasarkan Tap MPR Nomor XVIII tahun 1998, Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara, ideologi nasional dan pandangan hidup bangsa. Sebagai dasar negara karena secara formal terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai ideologi, Pancasila harus tersosialisasi dalam bentuk ajaran atau doktrin yang mengandung nilai-nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Semua bangsa memiliki ideologi masing-masing. Di Perancis dan Inggris melahirkan ideologi liberalism (kebebasan), kapitalisme (pengusaan modal), individualisme (perseorangan) dan sekulerisme (pemisahan agama dari negara). Kemudian lahir ideologi konservatisme dan liberalisme. Ideologi di dunia berkembang setelah munculnya kritik seperti demokrasi sosial, anarkisme, fasisme, nasionalisme dan fundalisme. Pancasila sebagai ideologi bangsa harus menjadi tuntunan dalam menghadapi  ideologi dunia yang tidak sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
G.  Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Dan Ideologi Nasional
Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya sebagai ideologi nasional. Pancasila berfungsi menggerakkan masyarakat untuk membangun kehidupan bangsa. Pancasila pada dasarnya menampilkan nilai-nilai universal, menunjukkan wawasan yang integral-integratif dan sebagai ideologi modern yang mampu memberikan gairan dan semangat yang tinggi. Pancasila sebagai ideologi terbuka, tidak berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya lebih konkret sehingga memiliki kemampuan memecahkan masalah-masalah baru. Pancasila sebagai ideology Negara sangat dibutuhkan karena ideology tersebut merupakan suatu pandangan, nilai, cita-cita dan juga keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan yang nyata.
Ada 3 dimensi yang menunjukkan cirri khas dalam orientasi Pancasila ;
(1) Dimensi Teologis, aspek Ketuhanan
(2) Dimensi Etis ,keadilan masyarakat
(3) Dimensi Integral-integraf, hubungan manusia secara keseluruhan.
Sebagai ideologi yang bercirikan emansitoris, Pancasila mempunyai kekuatan untuk menggerakkan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Apalagi di era globalisasi dunia, maka nilai luhur dalam Pancasila akan meningkatkan ketahanan budaya bangsa dari pengaruh konsumerisme, oportunisme dan mendorong tindakan yang meningkatkan komunikasi masyarakat dalam institusi sosial.
H.             Pancasila Dalam Era Globalisasi
Di satu sisi globalisasi yang didukung perkembangan informasi yang cepat dan pesat membuat masyarakat semakin terbuka menerima pemahaman , informasi dan nilai-nilai yang ada di dunia yang memperkaya wawasan dan khazanah informasi tapi disisi lain globalisasi sarat dengan kepentingan pihak tertentu. Penyebaran paham, ideologi dan budaya yang masuk tidak semuanya sesuai dengan nilai budaya bangsa. Pancasila mengandung saringan (filter) yang mampu menyaring arus masuknya ideologi luar, tetapi tidak menafikannya, nilai-nilai itu ; tauhid, toleransi, pluralisme, kemoderatan dan keseimbangan.
Pancasila berbeda dengan ideologi lain di dunia diantaranya :
(1) Pancasila merupakan ideologi terbuka yang berorientasi pada kemanusiaan.
(2)   Pancasila mengakui Tuhan dan menghargai penghayatan religious masyarakat.
(3)   Pancasila memandang negara bukan milik tertentu tetapi milik negara dan seluruh rakyat.
I. Arti Pentingnya Peran Pendidikan Tinggi
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan tenaga dosen yang mampu mengembangkan MKU Pancasila untuk mempersiapkan lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhan kepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being). Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif. Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam format MKU, kita berpedoman pada wawasan :

1.         Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah pengembangan profesi
2.         Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek having
3.         Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4.         Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”.

J.   Pancasila Di Masa Saat Ini
Sebagai contoh warga Indonesia yang aktif di organisasi "Persaudaraan" ini menyebut tidak adanya keadilan sosial. Para pemimpin negara yang semestinya memakmurkan rakyat, tapi ternyata tidak. Kekayaan rakyat dicuri, dirongrong dan semua amburadul. Indonesia sekarang banyak menghadapi problem besar. Korupsi semakin merajalela. Hukum dimanipulasi, bukan digunakan untuk melindungi kepentingan rakyat, tapi untuk melindungi penjahat - penjahat atau koruptor - koruptor di kalangan para pe nguasa negara, dan juga terorisme.
Kerukunan beragama yang sebenarnya dituntut oleh Pancasila, juga jauh dari kenyataan di Indonesia saat ini. Dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa seyogyanya  masyarakat bebas beragama. Tapi kenyataannya tidak demikian.


Kesimpulan

Pancasila sebagai pandangan hidup suatu bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila telah melekat dan men-darah daging pada masyarakat Indonesia. Maka masyarakat Indonesia menjadika Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun menjadikan Pancasila sebagaiperjuangan utama oleh masyarakat banggsa Indonesia. Oleh karena itu, setiap warga negara mulai menerapkan nilai - nilai pada Pancasila tersebut baik di daerah maupun di pusat.
Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui revitalisasi inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praksisnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan ditradisikan oleh para pendahulu kita semenjak tahun 1908, merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan kepada para mahasiswa sekarang.



Daftar Pustaka

Astrid S. Susanto Sunario, 1999, Masyarakat Indonesia memasuki Abad ke Dua Puluh Satu, Jakarta : Ditjen Dikti
Suwarno P.J.,1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta:Kanisius